Tak Ada Asu

Sambil berpikir-pikir tentang puisi Jokpin ketika mendengar berita Philipus Joko Pinurbo meninggal Sabtu 27/04/2024, kucari file tulisan ini. File ini tertanggal 04/02/2023 pernah tayang di blog ini dan lenyap. Ini resensi satu-satunya buku kumpulan cerita Joko Pinurbo. Sambil mengenang Beliau, silakan dinikmati catatan ini.

Cerita adalah sesuatu yang tidak bisa ditolak. Seseorang yang bercerita mungkin bermaksud memberikan informasi. Atau mungkin memang berbagi cerita, sesuatu yang menggelisahkan batinnya. Se-absurd apapun, cerita tetap kita terima. Meski setelah itu kita bisa mendebat habis-habisan cerita itu, tapi sebuah cerita tidak bisa ditolak kehadirannya.

Gambar diambil dari situs gramedia.com

Jokpin, penulis puisi itu, menuliskan sejumlah cerita dalam Kumpulan Cerita: Tak Ada Asu di Antara Kita, terbitan Gramedia 2023. Tepatnya lima belas cerita berangka tahun 2020-2022. Itu jika tertulis 2020 atau 2022 di dalam kurung di ujung ceritanya menunjukkan tahun cerita itu selesai dituliskan.

Ceritanya berkisar hal-hal yang remeh temeh tapi tak bisa dianggap remeh. Cerita tentang sebuah kursi dengan judul Kursi Sukir, amatlah sederhana tetapi tidak bisa dibilang remeh. Sukir yang suka mikir itu mengajak kita para pembaca menebak terusan cerita dan akhirnya akan seperti apa. Pada cerita itu ada suka mikir, ibu pembangunan, GBHN, mabuk agama, puisi Chairil Anwar, dan banyak hal lain yang ealah bisa dirangkai dalam satu cerita tentang kursi.

Kekuatan Jokpin memang bahasa yang sederhana. Bukan frasa, kalimat atau paragraf yang rumit dan butuh dibaca beberapa kali. Bukan. Sederhana saja kata-katanya. Itulah kekuatan kata di tangan penulis puisi. Untuk menunjukkan waktu, sekaligus menjalin suasana dibukanya sebuah paragraf dengan frasa begini: Pada suatu kangen, … (hal 36). Atau: Tiang listrik menggigil. (hal. 13) Jelas kata yang sederhana itu membangun imajinasi pembaca yang luar biasa.

Tapi ada yang serius juga. Di cerita berjudul Duel, ada perbantahan tentang diksi dan menuliskan di sebagai kata depan atau di- sebagai imbuhan. Serius karena tokoh yang dituliskan di situ adalah pujangga. Tentu pujangga itu dalam arti ahli menggunakan bahasa. Mereka berantem dengan melemparkan hujan dan kopi. Cakep banget.

Cerita kadang dapat memberikan sesuatu atau ya sudah berhenti saja ketika selesai membaca cerita. Tapi cerita Jokpin ini butuh kemauan untuk menguak cerita untuk mendapatkan sesuatu. Bahkan jika perlu berjarak dari cerita yang dituliskan itu. Kadang malah menemukan untuk mengubah seseorang dari perilaku yang nakal, bukan dari siraman rohani (Namun, meskipun sudah basah kuyub oleh siraman rohani Pak Susantuy, kenakalannya stabil.), tetapi perhatian Salindri yang mengajaknya makan bakso membuat: (Mata Kasbulah tak berdaya terkena siraman cahaya mata Salindri.) Ya cinta yang mampu mengubah.

Udahlah, terlalu kagum atas penggunaan bahasa yang sederhana tetapi mampu menciptakan bangunan suasana atau imajinasi yang luar biasa. Silakan beli bukunya, ini buku layak dibaca kemudian dikoleksi. Sebab ini buku kumpulan cerita dari seorang yang telah menciptakan ratusan puisi pada belasan buku. Apalagi belinya pre-order, maka dapat tanda-tangan Joko Pinurbo, Si Jokpin itu.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *