Kamis Putih 2022

Tulisan ini diupload lagi, dulu ditulis setelah misa Kamis Putih 18 April 2022. Agar supaya tidak hilang apa yang pernah ditulis.

Setelah dua tahun tidak ada ibadat Pekan Suci secara langsung di gereja dan umat hanya mengikuti melalui media online, maka tahun 2022 umat dapat mengikuti secara langsung. Tentu saja dengan protokol kesehatan yang ketat. Di Gereja St. Franciscus Xaverius – Cangkringan, sebuah stasi dari Paroki St Petrus dan Paulus Babadan – Sleman. Protokol kesehatan itu dilakukan: 1) pencatatan mereka yang hadir dikelompokkan dalam lingkungan masing-masing 2) pengukuran suhu tubuh dan 3) penerapan jaga jarak tempat duduk.

Tidak itu saja, pada saat keluar dari gereja juga dilakukan pengaturan. Hanya ada satu pintu keluar dan harus urut dari baris bangku paling depan untuk keluar. Tujuannya agar tidak terjadi penumpukan umat di depan pintu keluar. Apakah berhasil? Ya berhasil, umat akan sabar menunggu giliran baris tempat duduknya dipersilakan untuk keluar. Namun soal berkerumunnya sepertinya kurang sukses karena bagaimana pun ke gereja itu juga berarti bertemu dengan saudara-saudara seiman. Bagaimana bisa dicegah orang berbincang dengan saudara-saudaranya.

Misa Kamis Putih kemarin dipimpin oleh Romo Ag. Agus Widodo Pr, romo tamu karena memang ada keterbatasan romo yang melayani Paroki Babadan. Romo yang tidak terlalu tinggi, dengan tubuh yang proporsional, wajahnya kurang dikenali karena tertutup masker dengan suara yang lantang, jelas dan intonasi yang bagus.

Kamis Putih adalah peringatan akan perjamuan terakhir Yesus yang kemudian menjadi bentuk Sakramen Ekaristi sekarang ini. Dalam misa Kamis Putih ada dua hal yang menonjol: pembasuhan kaki dan tuguran. Pembasuhan kaki biasanya dilakukan oleh romo terhadap umat terpilih sebagai bentuk gambaran bagaimana dahulu Yesus membasuh kaki para murid di perjamuan terakhir. Sedang tuguran maknanya adalah berdoa semalaman bersama Yesus yang setelah perjamuan terakhir itu menyepi untuk berdoa khusus kepada Bapa terkait penganiayaan dan penyaliban yang akan terjadi di hari berikut. Tuguran biasanya dilakukan di gereja setelah misa dengan pengaturan bergiliran antar lingkungan.

Tetapi kondisi masih pandemi maka baik pembasuhan kaki maupun tuguran tidak dilaksanakan di gereja. “Silakan bapak ibu dan saudara sekalian nanti di rumah melakukan pembasuhan kaki antar anggota keluarga. Agar makna menjadi pelayan benar-benar dapat diresapi.” Begitu Romo Agus Widodo menyampaikan dalam homilinya.

Homili Romo Agus Widodo sangat mengena ketika menekankan apa gerakan dilakukan Yesus: 1) bangun menanggalkan jubah 2) mengenakan kain lenan 3) membasuh kaki para murid (Yoh 13: 4-5). Kita umatnya diminta untuk meniru apa yang dilakukan Yesus itu: bangun menanggalkan jubah itu maknanya melepaskan segala atribut diri, mengenakan kain lenan itu maknanya menjadi pelayan, membasuh kaki itu maknanya melayani orang lain. Apa bentuk kegiatannya, silakan masing-masing orang sesuai dengan tugas perutusannya untuk melayani orang lain dengan menaggalkan semua atribut diri. Sebuah permenungan yang terus dikunyah-kunyah dalam hidup bersama yang lain: menaggalkan atribut juga ego untuk melayani orang lain.

Selamat ber-Tri Hari Suci.

File tertanggal 18 April 2022

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *