Setelah melewati 607 kilometer, tiga kali pitstop (ceile gaya lho Khu, itu celetukan Robyn, padahal mabuk tuh), kami sampai di Dusun Karanglo, Cangkringan, Kabupaten Sleman. Hilang semua bete dan boring, lenyap semua capai dan kesal begitu kami sampai di rumah mungil ini. Bagaimana tidak, meriah sambutan teman-teman baru di sini.
Bersyukur banget tidak ada aral melintang, lancar jaya. Pawi cerita pada sebuah kepulangan mereka pernah mengalami perjalanan yang sama selama dua puluh jam! Perjalanan kami total sekitar 10 jam saja sudah merupakan pengalaman menyiksa pada sepertiga perjalanan tengah, apalagi itu dua kali lipatnya. Itu alasan sederhana untuk bersyukur.
Aku memang mabuk di kendaraan. Perjalanan ke Rumah Terraria yang hanya sekitar satu jam dari rumah, pakai jalan rusak dan macet, sudah membuat aku kliyengan. Ini sekitar sepuluh kali lipatnya. Bayangkan sendiri. Mabuk abis nih. Apalagi Buni lupa tidak sempat memberi antimo, obat anti mabuk itu. Lupa atau sengaja agar aku terbiasa. Tapi mereka menerima akibatnya: aku muntah, sarung jok mobil tambahan jadi korbannya. Biar besok dicuci. begitu ringan komentar Buni. Pawi dan Buni memang kadang enteng begitu jika ketemu masalah.
Bersyukur, itu juga tema yang Pawi dan Buni canangkan pada kepulangan ini. Mereka memang suka membuat tema pada perjalanan-perjalanan yang mereka lakukan. Ada Prihatin, Berkunjung, Menengok, Dolan dll. Bersyukur tentang apa ? Mengapa Bersyukur jadi tema kali ini? Begini catatan Pawi yang sempat diedit sama Buni.
23 Agustus 2016 ini tepat 3 windu usia pernikahan kami. Ya sudah 24 tahun. Kami selalu sedikit membuat perayaan pada peringatan setiap windu usia pernikahan. Pernikahan adalah kekal sehingga ukuran tahun begitu pendek. Ukuran windu, delapan tahun sekali, rasanya cukup jadi penanda. Sebetulnya ada lustrum, ukuran lima tahunan, tapi windu rasanya lebih gaya hahahahahaha.
Tiga windu itu berarti sudah 8.760 hari atau 757.382.400 detik bersama. Memang belum masuk dalam hitungan milyar, satuan yang sering muncul dalam kasus korupsi apalagi trilyun, satuan yang sering digunakan jika kita bicara anggaran. Tapi jelas itu sebuah ukuran waktu yang tidak sebentar. Banyak hal yang terjadi dalam kurun waktu itu.
Sebuah perkawinan utuh berumur 24 tahun saja sudah jadi alasan untuk bersyukur. Banyak perkawinan tidak mencapai umur itu. Boleh merasa bersyukur karenanya. Apalagi perkawinan ini tanpa anak, kami terus berdua. Kehadiran buah hati tentu sangat kami rindukan, tentu kami usahakan, berdoa tentu tak lupa. Hanya setelah windu kedua kami bisa terima kondisi yang ada. Tidak ada usaha lagi, tidak ada kesal marah, iklas saja. Tuhan bermaksud tertentu pada perkawinan kami ini.
Banyak hal terjadi pada 24 tahun itu menjadi sebab kami angkat tema Bersyukur. Wujudnya kami merayakan misa pagi di Gereja St. Fransiskus Xaverius – Cangkringan Sleman di persembahkan oleh Romo Robertus Tri Widodo, Pr.
Bersama Romo Robertus Tri Widodo, Pr.
Lagu pembukaan Nderek Dewi Maria dan bacaan Injil Yohanes tentang Nathanael Bartolomeus, seorang rasul yang bukan berasal dari kalangan nelayan seperti rasul yang lain melainkan seorang petani. Bartolomeus disapa secara khusus oleh Yesus. Rasanya kita semua juga mendapat sapaan khusus dan pribadi dari Tuhan Allah Sang Maha Kasih. Tentu kita mau ikut Maria yang juga diundang khusus oleh Allah menjadi Bunda-Nya, Bunda kita semua yang percaya.
Bersyukur bukan berarti dua puluh empat tahun baik-baik saja. Itu jelas mustahil. Badai juga menerjang seperti mungkin keluarga yang lain. Kesulitan menghampiri juga meski tidak tiap hari. Semua terjadi. Tapi perkawinan ini melebihi ego kami. Setipa kali terjadi, ego salah satu dari kami membesar atau tersinggung, selalu balik ke apa mau dengan perkawinan ini dulu.
Sakramen perkawinan kami, 23 Agustus 1992 di Gereja Hati Kudus Yesus – Pugerab, Yogyakarta dipimpin oleh Romo Noto Susilo Pr. Detailnya tentu diingat dari foto dokumentasi. Tapi janji perkawinan kudus, itu kami ingat, dalam untung dan malang, dalam sehat dan sakit, suka dan duka selalu bersama. Itu yang membuat kami kuat untuk bersama.
Begitu tulisan Pawi. Mungkin kepanjangan, mungkin kurang panjang. Silakan komentar nanti Pawi atau Buni yang jawab. Itu teman-teman sudah ramai di halaman depan. Sudah panggil-panggil Kikhu-Robyn, mengundang bermain. Sebagian lagi pingin selfie bareng aku atau Robyn buat pamer di grup atau facebook mereka.
Tambahan ini oleh Robyn:
Kikhu tidak cerita soal mabuk dan muntah. Mungkin malu ya. Aku sih cuma boring aja. Tiga kali berhenti cuma jalan dikit dan bentar, gak cukup buat liat semua. Gimana gak bosen, duduk cuma liat Kikhu mabuk, bosenin mukanya. Tidur juga gak bisa. Lihat jalan ya cuma gitu aja. Beneran bosen.
Itu gaya Kikhu bosen waktu dikasih tahu ada yang bisa dilihat dan mukaku yang boring abis, diabadikan sama Buni.
Tapi aku senang di rumah sini, halamannya luas. Rumputnya belum bagus, pohonnya belum besar tapi dingin. Wis enak pokoknya.
Cangkringan, 24 Agustus 2016, sore yang indah, Kikhu.