File ini tertanggal 20/06/2023, tayang ulang karena ‘apa yang sudah ditulis, tetap kutulis‘.

Sumiyati – Srikandi Perubahan, Inspirasi Bagi Perempuan, Roberth Adhi KSP, BPPK Kemenkeu, 2022. XXXII+295 halaman.
Agak susah rasanya menuliskan resensi untuk biografi ini. Sebuah syarat untuk menulis resensi sudah tidak terpenuhi: adil sejak dalam pikiran. Bagaimana mau adil, Beliau saya kenal sejak 39 tahun lalu (1984) ketika pertama kali berangkat dari kampung untuk kuliah di STAN Jakarta. Waktu itu kampus masih di jalan Purnawarman, Kebayoran Baru.
“Apakah masih ada yang belum dipanggil” tanya asisten dosen tata buku di suatu pagi yang cerah.
“Saya Bu, Widodo, ada di lembar absen halaman dua.” Sambil tunjuk jari.
“Oh iya, ada halaman dua. Yedebe Widodo Lestarianto.”
“Iya, saya Bu.”
Itu perkenalan, pertama kali ketemu dengan Bu Sum.
Bagaimana mau adil, ketika Beliau menjabat sebagai Kepala Biro Keuangan Kemenkeu (tahun 2011), saya harus menghadap beliau sehubungan dengan usulan pengembangan pemanfaatan teknologi informasi untuk kegiatan pengawasan. Tentu usulan kegiatan itu mendapat perhatian serius dari Kepala Biro Keuangan untuk memastikan dana yang cukup besar itu akan dapat dimanfaatkan dengan baik, berdaya dan berhasil guna. Beliau menitip banget soal itu setelah menanyakan dan memberikan saran atas beberapa detail kegiatan yang diusulkan.
Bagaimana mau adil, tahun 2017 Beliau menjadi Inspektur Jenderal Kemenkeu. Bos besar banget bagi kami para auditor. Tapi yang besar banget itu tidak menakutkan karena keramahan dan daya ingat beliau. Para auditor itu hampir seluruhnya pernah jadi muridnya ketika beliau mengajar di STAN dulu. Terutama para auditor senior. Percakapan di awal itu kiraku yang menyebabkan Bu Sum terus mengingat namaku. Tetapi kenyataan tidak. Beliau masih inget nama-nama dan kebiasaan muridnya yang sekarang menjadi bawahannya.
Membaca biografi itu jadi paham mengapa beliau mempunyai daya ingat dan keramahan luar biasa. Keterbatasan keadaan ketika masa awal sekolah telah terkalahkan dengan kerajinan dan kepandaiannya. Itu terbawa terus bukan hanya ketika kuliah tetapi juga ketika bekerja bahkan ketika sudah jadi pejabat. Smart menurut anak sekarang. Beliau punya keramahan seperti itu karena didikan orang tua untuk menghormati siapa pun di kehidupan ini.
Ah sudahlah, beneran akan dibilang tidak adil meskipun yang dituliskan adalah fakta. Ya bagaimana lagi.
Jika harus mengulik buku ini, tertuju pada kurangnya mengangkat peran Bu Sum pada pengembangan pengawasan intern pemerintah Indonesia terutama dalam pemanfaatan TI. Tentu saja mesti dituliskan ini, karena kami yang ada di tengah upaya itu terutama terkait Audit TI
Masa kepemimpinan Bu Sum-lah Unit Audit TI di Itjen Kemenkeu mendapatkan perhatian yang sangat serius. Dua legacy yang tidak boleh dilupakan dari banyaknya legacy yang dibuat: satu Pedoman Remote Audit terselesaikan sehingga ketika pandemi melanda, auditor tetap dapat bekerja. Pedoman ini bahkan digunakan juga oleh APIP yang lain hampir tanpa perubahan kecuali entitas. Kedua, Audit TIK Terintegrasi yang sudah selesai di masa sebelum beliau jadi Irjen tetapi baru terlihat manfaatnya bahkan beliau minta ada pedoman audit memanfaatkan data analytics. Sebuah pemikiran jauh ke depan.
Ya sudah, sekali lagi akan dianggap tidak adil meskipun yang disampaikan fakta. Benarlah bahwa hidup manusia tidak sempurna, selalu ada sisi yang mungkin tidak terceritakan. Namun biografi tetap mempunyai banyak arti untuk pembaca mengenal Ibu Sumiyati.