Perjalanan Ini

Masih belum subuh, jalanan masih kosong. Masuk tol BSD masih lengang. Banyaknya truk-truk pengangkut tanah. Berarti banyak pembangunan, kata Pawi. Ngebut aja terus. Sampai ketemu dengan tol Bekasi, barulah mulai tersendat. Penuh mobil dan truk-truk besar. Mobil kami yang kecil terselip di antara truk-truk besar, gandengan, atau kontainer. Terus tersendat sampai lewat Bekasi Timur. Ya tentu karena samping kanan dan kiri jalur tol sedang ada pembangunan. Mereka aktif kerja di malam hari. Jam-jam segitu sepertinya lagi banyak keluar masuk kendaraan proyek. Sejam lebih BSD – Bekasi Timur.

Tapi kemacetan masih berlanjut, setelah sempat lancar sebentar, memasuki Karawang. Ini lebih parah dari kemacetan yang tadi. Mobil sering terpaksa berhenti. Kasusnya sama, pembangunan di sebelah kiri dan kanan jalur tol ke arah Cikampek. Pekerja proyek sedang sibuk tugas masing-masing. Sudah hampir jam lima pagi melewatinya, dua jam untuk jarak 70-80 km. Masih normal jika itu bukan tol dan tidak di pagi hari sih.

Mungkin memang bukan waktu yang tepat memasuki tol Cikampek di malam, dini dan pagi hari. Itu saatnya mereka bekerja. Kendaraan proyek keluar masuk tentu mengganggu arus tol. Kendaraan yang besar dan panjang tentu akan memakan waktu lebih lama untuk sekedar masuk ke lingkungan proyek. Apalagi dengan bawaan betol yang terlihat berat betul.

Pawi bilang, niatnya jalani saja yang ada, lancar atau pun macet. Nikmati dan syukuri. Meski mereka sering bilang begitu tetapi ya ada juga masanya tidak bisa terima keadaan, ada gerutu.

‘Dasar manusia, ya Byn’ udah sadar tapi masih menggerutu. Banyak menggerutu itu ndak sabar. Mending kayak Robyn, kalau bosen dia lihat melalui jendela truk-truk besar yang sedemikian banyak. Terus tidur lagi deh.

Tidak banyak bisa diceritakan tentang perjalanan ini. Kecuali dua: memasuki kota Pekalongan dan jalur naik turun di Batang. Pekalongan (kabupaten maupun kotamadya) dilewati jalur truk dan bis, mereka tidak punya jalur khusus yang melingkar seperti di Kendal misalnya. Jadi bus dan truk besar itu masuk ke dalam kota, bersaing dengan angkutan kota, becak, motor, dan pejalan kaki. Lampu lalu lintas menjadi pemecah antrian saja. Jumlahnya yang banyak, karena banyak persilangan, membosankan. Padahal di lampu lalu lintas itu kesempatan buat menyusul truk-truk besar yang agak lambat akselerasinya.

Batang, menjelang alas roban, jalanan sudah bagus dengan beton yang kuat. Tapi kontur tanah yang naik turun itu membuat banyak kendaraan berat tertatih-tatih membawa beban. Antrian sekitar satu dua kilometer dengan kecepatan nol kilometer terjadi.  Penyebabnya: satu truk besar mogok di kiri dan satu pasang truk (truk besar digandeng truk yang lebih besar lagi) yang jalan terlalu pelan di sebelah kanan. Lewat itu ya sudah lancar. Sekitar satu jam untuk lolos dari antrian itu.

Tapi yawis itulah hidup.

Perjalanan selanjutnya lancar, sekitar jam empat sore sudah sampai di rumah cangkringan. Hilang kesal, penat, cape dan boring. Teman-temanku menyambut. Mereka berebut foto bersama aku dan Robyn. Kami berdua jadi kayak selebritis. Tapi Pawi dan Buni terlalu capai untuk mengabadikan kejadian ini.  Tapi kami tahu foto kami dengan mereka tersebar melalui Line dan FB. Kok tahu? Lha malam ada yang datang cuma untuk berfoto bersama kami setelah melihat temannya memposting fotonya di Line dan FB. Guyup, menyenangkan.

Berakhir juga puasa kami. Kami makan dengan antusias dan yang lebih penting Kikhu tidak mabuk dan muntah. Sambung cerita yang lain.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *