Bromo – Perjalanan

‘Dari Pasuruan arah Probolinggo, nanti setelah Nguling sekitar 15 menit setelah kantor polisi, ambil jalan masuk kanan’ begitu Vebs kasih ancar-ancar. Itu pegangan awal. Tanpa terbayang route yang harus dilewati. Tanpa tahu daerah yang dituju kecuali: Wisata Pasir Bromo. Desa atau kecamatan apa tidak satupun mampir di otak.

Google Map yang ampuh dan serba tahu itu, tidak memberi petunjuk apapun soal ini. Cari-cari informasi di internet tetep dilakukan. Meskipun terbatas seterbatas layanan provider gsm. Terbatas kecepatannya bukan jangkauannya. Malah soal jangkauan, amat sangat mengagumkan. Jadi soal arah kemana Bromo itu, masih miskin informasi.

Dari Bangkalan, setelah tersesat di Surabaya gara-gara lupa buka Google Maps, masuk tol jurusan Surabaya-Gempol. Tol sampai habis karena lumpur lapindo yang sialan itu, ambil kiri. Tentu karena Tanggulangin yang melegenda itu terlalu sayang untuk dilewatkan. Lihat-lihat produk dari kulit asli maupun imitasi segala rupa sepatu tas dompet topi dengan beragam bentuk desain corak dan warna tentu juga harga.

Tanggulangin arah Malang Pasuruan selepas samping rel bawah tanggul yang jadi tempat wisata, macet bukan main. Macet kerena jumlah kendaraan yang luar biasa banyak. Arah Pasuruan Probolinggo akhirnya longgar setelah pisah dari arah Malang. Mungkin perjalanan ke Malang seperti perjalanan Jakarta – Cianjur lewat Puncak, tak tahu pasti.

Jalan ke Pasuruan – Probolinggo relatif bagus. Jika ada gangguan itu juga karena sedang ada perbaikan maupun pelebaran jalan. Jalanan relatif datar, kendaraan dapat dipacu setelah biasanya melewati truk angkutan barang. Setiap kali harus beriringan dengan kecepatan rendah, dapat dipastikan konvoi itu dipimpin oleh truk gandeng lebar dan panjang. Bener ‘lebar dan panjang’, frasa itu dituliskan di beberapa truk angkutan barang, biasanya dalam susunan kalimat peringatan. “Hati-hati, kendaraan ini lebar dan panjang” dengan gambar truk dengan gandengannya dengan jumlah ban yang entah berapa pasang. Sayang tidak berhasil ambil gambar. Soalnya selalu memilih kesempatan untuk mencari celah menyusulnya. Pasuruan terlewati setelah Bangil yang pesantrennya ada di kanan maupun kiri jalan. Banyak bener.

Selepas Grati, terlihat penjual durian di kiri kanan jalan. Kecil besar tapi lebih banyak yang warnanya hijau. Rasanya sayang untuk dilewatkan. Di sebuah penjual durian, menepi. Tak perlu memilih penjualnyang mana sepertinya ya sama saja, pun juga harganya. “yang paling besar ini empat puluh lima ribu” kata penjualnya, “durian dari sini saja”. Dipilihkan penjualnya, didapat durian yang meskipun kulitnya hijau juga di kulit dalamnya, tapi duriannya sudah meleleh. Pas banget, rasa duriannya kuat banget. Puas.

Ketika dibayarkan dengan uang pecahan Rp 50.000,00 dikembalikan Rp 10.000,00. “Itu karena mas gak nawar” alasan penjualnya. Soal beli sesuatu di warung pinggir jalan atau di pasar, tak pernah pakai menawar. Beli barang di mall, yang tidak kenal dan bincang-bincang dengan penjualnya saja tidak bisa menawar. Apalagi ini, yang pakai ngobrol, kenalan, cari info, kenapa juga harus menawar. Dari penjual itu pula didapat informasi, masuk ke kanan di Tongas. Ada petunjuknya arahnya meskipun kecil.

Betul juga. Ketemu petunjuk arah wisata Gunung Bromo, langsung ambil kanan. Tetapi seperti setiap kali ambil arah baru, selalu memastikan dahulu jalan yang hendak dilalui. Tanya seorang di pinggir jalan, betul itu arah Bromo. Tapi lupa tanya soal jauh dan lamanya. Vebs yang pernah lewat jalan itu beberapa tahun lalu mengkonfirmasi: jauh sekitar sejam perjalanan. Diperkuat dengan iklan Hotel Grand Bromo, sepuluh kilometer di depan. Wah kalau sepuluh kilo tidak bisa dibilang jauh. Mungkin sejam kalau tidak ngebut. Itu yang terpikir dari semua informasi yang diperoleh.

Jalanan relatif baik, sebagian mulus hampir tak ada yang keriting, tapi selalu menanjak meskipun relatif tidak tinggi. Sebagian lagi di depan kelak kelok kanan kiri, dengan tanjakan yang cukup tajam. Ya hanya tanjakan. Bosan rasanya melewati jalanan yang relatif sama. Apalagi tidak terlihat informasi apapun soal wisata Bromo. Semakin ke atas semakin banyak ketemu kabut meski tipis. Jalanan juga semakin serin kelok kanan kirinya. Kelok kanan tak panjang, kelok kiri tak panjang, kelok kanan lagi sambil terus naik, kelok kiri lagi. Kadang jalanan yang hendak dilalui di depan sana terlihat di atas. Tapi hingga tempat itu perlu minimal sepasang kelok kiri dan kanan. Bosan rasanya. Ketemu jalan bercabang, arah satunya dari Probolinggo. Sedikit ke atas ada pompa bensin. Pingin update informasi tapi terlihat banyak pelanggan lagi isi bensin. Gagal, juga tak jadi pipis yang sudah terasa ketika hendak masuk dari Tongas. Terpaksa ditahan karena terkesima dengan jalanannya.

Pengukur jarak terlihat sepuluh kilometer, petunjuk Grand Bromo Hotel terlihat, tapi mana Wisata Bromo ? Semakin ke atas semakin sering ditemui kebun sayuran. Di sebuah kelokan yan cukup lebar dengan pencabangan jalan terlihat beberapa orang dengan motor (ojek ?). Wah kesempatan update informasi. Ternyata Bromo yang kami tuju itu masih sekitar 13 kilometer lagi. Sudah separo jalan. Hilang pula rasa bosan dengan informasi terbaru itu. Jalanan yang cukup lengang tidak memberikan kesempatan untuk memacu kendaraan dan kehilangan fokus. Kiri atau kanan jalan jurang. Jalan dengan tetap fokus jadi persyaratan apalagi tanjakan semakin parah.

Akhirnya ketemu dengan perkampungan dengan banyak Hardtop. Nanti akhirnya kami tahu, buat apa Hardtop itu. Banyak sekali jenis mobil ini apalagi juga karena di situ jarang bertemu kendaraan. Jalanan semakin banyak percabangan. Tanpa petunjuk, dipilih selalu yang terlihat lebih lebar. Tanpa informasi seperti masuk labirin.

Seorang naik sepeda motor menyusul di sebuah tikungan dan menawarkan butuh villa atau hotel. Hotel dipilih karena yakin tak mungkin balik jadi butuh bermalam, juga dipilih karena sekedar buat tidur berdua. Mas Indra, demikian lelaki itu memperkenalkan dirinya, mengawal kami hingga sebuah hotel dengan pemandangan langsung kawah Bromo.

Berakhirlah perjalanan menemukan Bromo melalui kebosanan, ketidaktahuan, sedikit informasi, pengambilan keputusan sederhana, dan akhirnya ada yang memberi pencerahan. Begitulah kadang hidup dijalani. Ketidaktahuan dan sedikitnya informasi tidak membuat kita menyerah menghadapi hidup yang sering kali membosankan. Apapun alasannya. Selalu bersiap di depan sana akan ada bantuan. Yakinlah bantuan itu dikirim-NYA khusus untuk menyelesaikan masalah kita.

cerita lanjut ke permenungan yang lain………soal bromo, hardtop, sun rise, dan lain-lain…..

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *