Bermain Kata – Kali Ini Lewat Puisi

Bermain Kata
Kali Ini Lewat Puisi

Resensi Buku:
Bermain Kata Beribadah Puisi
Penulis: Joko Pinurbo
Editor: Tia Setiadi
Halaman: 263
Penerbit: DIVA Press
Desember 2019

Kata-kata memang bisa dibuat main-main. Dalam budaya lisan, permainan kata-kata banyak jenisnya. Parikan misalnya dibedakan dengan kata-kata mutiara karena menggunakan metrum dan kaidah tertentu. Dalam budaya tulis, puisi termasuk alat mempermainkan kata-kata untuk menyuguhkan suasana baru, imajinasi baru.

Joko Pinurbo, Jokpin, sebuah nama yang sudah lama dikenal. Entah muncul di mana, tapi rasanya sudah lama banget kenal nama itu. Entah di majalah Basis (lama) yang masih ukuran kecil dengan redaktur Pater Dick Hartoko atau ukuran majalah biasa dengan redaktur Romo Sindhunata. Atau malah di kolom puisi Kompas (koran yang saya langgani), entah di mana. Tapi soal Celana dan Pas Kah, tentu mengundang senyum yang setiap tahun hadir. Kata ‘jokpin’ langsung terbayangkan ‘puisi, sajak’ bukan ‘jokowi’ atau ‘jok motor’ meskipun berawalan huruf yang sama.

Pun ketika muncul novel pertamanya: Sri Menanti (GPU, 2019), saya segera cari novel ini dan ketemu di Gramedia Pasar Baru Jakarta. Buku kumpulan puisi Jokpin sendiri belum ada yang saya koleksi. Sebab dengan teknologi sekarang, puisi mudah sekali dinikmati tanpa harus membeli buku kumpulannya. Hingga suatu saat kantor mengadakan acara tahunan: festival literasi (feslit) dan pada acara hari pertama menghadirkan: Joko Pinurbo. Segera mendaftar, segera hadir di ruang Dhanapala waktu itu. Tak lupa bawa novel Sri Menanti, rencana minta tanda tangan. Dapat.

Jokpin memaparkan proses kreatifnya, juga menjawab pertanyaan-pertanyaan dari peserta. Jokpin tidak seperti puisinya yang lucu meminta perhatian. Waktu itu dia tampil dengan pembukaan: cocok ini saya berbicara menabung karena diundang oleh Kemenkeu, tapi saya menabung kata-kata. Kemudian meluncurlan berbagai cerita, berbagai trik, berbagai sudut pandang, dari seorang Jokpin terlebih untuk puisi dan novel pertamanya itu. Maka ketika di linimasa twitter melintas tawaran buku ‘Bermain Kata Beribadah Puisi’ ini, langsung pesan. Begitu datang, 4-5 hari kemudian langsung baca.

Buku Bermain Kata Beribadah Puisi bagi saya seperti bentuk lengkap dari uraian Jokpin di acara feslit waktu itu. Dibuka dengan cerita bagaimana Jokpin terpukau dengan puisi Sapardi Djoko Damono. Bedanya di feslit, diceritakan proses kreatif bagaimana Sri Menanti itu lahir. Novel yang lahir dari puisi yang kemudian dibuat cerpen “Sebotol Hujan untuk Sapardi” (Kompas, Minggu, 10 Juni 2015) dan baru jadi di 2019. Lima tahun menggarap novel.

Sedangkan buku ini banyak bercerita ke mana-mana. Jokpin cerita tentang proses kreatifnya. Bahkan dalam sub judul ‘Kiat’ ada tiga kiat dari Jokpin yang disampaikan. Nganga Sunyi: Membaca Puisi di Atas Puisi, bahwa membaca puisi merupakan upaya menciptakan atau merangkai dunia makna yang mengasyikkan, yang memerlukan kelenturan dan keliaran imajinasi. (hal. 83). Pada judul ‘Puisi Bukan Sekedar Curhat’ disampaikan langkah pertama adalah mencatat. Ide atau suasana tertentu yang menggelitik pikiran dan perasaan, sifatnya sesaat, tak tergantikan, tak bisa diulang. Supaya tidak menguap, ide atau suasana yang mengelitik itu harus secepatnya diabadikan. Caranya: mencatatnya..

Dicontohkan oleh Jokpin bagaimana puisi berjudul Penumpang Terakhir –untuk Joni Ariadinata itu tercipta. Pembaca dapat belajar langsung bagaimana mengolah ide menjadi sebuah sebuah puisi. Tapi khan kadang kata-kata itu sudah dikatakan penyair lain, penyair terdahulu dan menjadi usang. Sebuah tantangan menarik bagi seorang penulis puisi adalah bagaimana menghidupkan kembali kata-kata yang sudah usang, klise, memberi nyawa baru pada hal-ihwal yang sudah bekas. (hal. 89). Disimpulkan: Singkatnya puisi adalah curhat yang telah disublimasi, diolah dengan perenungan dan penalaran, dan divisualisasikan dengan kecerdikan memainkan kata-kata. (hal. 95)

Kiat ketiga dalam menulis puisi ada pada judul ‘Menulis dan Menyunting Puisi’ yang berisi contoh dan poin-poin yang dikelompokkan dalam: Judul, Bait, Fokus, Diksi, Harmoni, Ending, dan Eksplorasi Ide. Bakhan ada dua frasa dicetak miring (artinya butuh menjadi perhatian): Jangan terlalu percaya pada improvisasi dan spontanitas dan Kelemahan Umum: (bahkan dengan huruf tebal) kurang sabar, kurang cermat, ingin cepat-cepat jadi, tertele-tele, mubazir, klise. Rasanya cukup menjadi masukan bagi mau berlatih untuk menulis puisi.

Buku ini juga menyajikan berbagai perbincangan dengan Jokpin pada berbagai kesempatan. Memang ada tema yang berulang, tetapi itu semakin melengkapi bagaimana proses kreatif Jokpin terjadi, latar belakang pemikirannya, serta hal-hal lain yang perlu diungkapkan.

Pokoknya buku ini lengkap mengungkapkan Joko Pinurbo, pemikirannya, proses penciptaan puisinya, dan kehidupannya. Lengkap karena dikumpulkan dari berbagai kesempatan, wawancara yang telah dimuat baik media khusus puisi maupun artikel di internet. Dilengkapi juga dengan 61 puisi Jokpin dari tahun 1980 (Layang-layang) hingga Hari Pertama Sekolah (2016/2018). Ada yang pendek, sebaris dua baris, ada pula yang berpuluh baris. Meskipun dapat diyakini bahwa puisi-puisi tersebut bukan merupakan representasi yang layak dari keseluruhan puisi yang telah dicipta oleh Jokpin. Namun puluhan puisi tersebut melengkapi gambaran mengenai Joko Pinurbo.

Epilog dengan judul Perjamuan Puisi mengajak pembaca untuk beribadah puisi dalam keheningan. Selamat menunaikan ibadah puisi (hal. 216)

Sebuah buku yang layak dibaca bagi yang suka membaca, yang suka berpuisi, atau yang membaca karena diwajibkan oleh guru atau dosen di kelas. Jika harus ada yang dikritik, maka seharusnya ada halaman untuk menyampaikan dari mana artikel-artikel itu berasal. Meski di setia artikel sudah terdapat identitas di mana artikel dimuat pertama, tapi karena banyak artikel dari situs di internet, tautan artikel akan sangat berguna. Apalagi biasanya di bawah artikel itu dimuat komentar-komentar pembaca. Menarik sekali membaca tulisan komentar pembaca. Kadang benar-benar gak nyambung, out of the box kata orang sana.

Sekali lagi: selamat menunaikan ibadah puisi.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *