Sembunyi Sebagai Pastor

Mari kita teruskan cerita Ciszek di Rusia ya. Sudah diceritakan Ciszek sebagai pekerja. Khusus posting ini akan merangkum cerita mengenai tugas Ciszek sebagai pastor, romo tertahbis. Mengapa begitu? Ya karena cerita With God in Russia hanya terjadi karena Walter J. Ciszek SJ, tokoh kita ini, memasuki Rusia sebagai pastor, misi istilahnya.

Dalam perjalanan hingga akhirnya bekerja sebagai kuli angkut kayu, Ciszek sama sekali tidak pernah menampakkan bahwa dirinya pastor atau imam tertahbis. Sudah diceritakan bahkah Ciszek mengganti nama menjadi Wladimir Lypinski dan membuat cerita bagaimana dia harus sendirian menuju Rusia. Ciszek dan Nestrov harus umpet-umpetan, saling berjaga, bila hendak mengunjukkan misa.

Rusia sebagai negara komunis memang tidak melarang rakyatnya untuk beragama, tetapi menjalankan ritual agama sangat dibatasi, hanya boleh dilakukan di tempat-tempat yang telah ditentukan. Melakukan ritual di tempat umum, dilarang dan ditangkap. Dilarang keras melakukan pengajaran tentang agama, apalagi kepada anak-anak. Sedangkan dari partai, setiap minggu ada saja kumpulan rapat atau apa pun namanya yang berisi orasi tentang kebesaran Rusia dan keindahan hidup dalam komunis. Tentu banyak penyokong komunisme baik sebagai anggota partai maupun sebagai warga biasa. Mereka juga sangat berhati-hati jika berbicara dengan pekerja yang lain. Para pekerja senior yang ketika kelompok Ciszek sampai sudah ada di sana selalu menguasai pembicaraan dan diskusi. Hanya karena Ciszek mengejar rekor terbaik pengangkut log kayu (kemudian dalam tes pengemudi truk menjadi yang terbaik juga), maka mereka mulai disegani.

Mengadakan misa di dalam barak pekerja sudah pasti tidak dimungkinkan. Untuk itu Nestrov dan Ciszek menggunakan waktu istirahat tengah hari untuk masuk ke dalam hutan yang mengunjukkan misa di antara batang pohon tinggi dan gemerisik daun. Begini tulisnya:

It was impossible to say Mass in the barrack, of course. From time to time, however, Nestrov and I would take a walk into the forest, when we were free from work, and say Mass there. We used a big stump as our altar, and while one of us offered the Holy Sacrifice the other stood guard on the road.

It was an experience I’ll never forget. In the heavy silence of the thick forest, you could hear the chipmunks running and the birds gathering overhead. Suddenly, you seemed very close to nature and to God. Everything seemed beautiful and somehow mysterious, all dangers for a time remote.

At other times, if we had an hour alone but couldn’t leave camp to say Mass, we would take turns reciting and memorizing the prayers of the Mass until we knew them all by heart. We were always aware that the Mass kit might be discovered, and we would lose our book and vestments, but we were determined that as long as we could get bread and wine we would try to say Mass. (hal. 54-55)”

Di satu sisi terasa bahwa misa yang dipersembahkan secara sembunyi-sembunyi, penuh ketenangan, mendekatkan mereka pada Tuhan. Sungguh bahwa Tuhan menyertai mereka. Di sisi lain, kenyataan sulitnya mengkomunikasikan Tuhan dan agama, segera menyadarkan mereka bahwa misi mereka bukan sesuatu yang mudah. Mereka dikuatkan dengan ajaran St Ignatius untuk ‘contemplatives in action’ dan melakukan segala sesuatu demi Dia yang lebih tinggi, AMDG. Semangat itu yang membakar mereka bahwa mereka tidak sedang bermisi tetapi bahwa menjadi pekerja (kasar) itu panggilannya, “our ministry” kata mereka. Mereka sempat berkirim surat ke Uskup Shepticki juga ke Makar menceritakan keadaan saat itu. Makar juga memberi kabar bahwa dalam musim semi berikutnya dia akan bergabung di situ.

Meski begitu mereka berdua membuka telinga untuk mendengarkan dengan sungguh apakah ada suara Tuhan di situ. Satu dua tiga empat dan lebih banyak orang secara sembunyi-sembunyi membicarakan Tuhan dan atau agama. Ya sembunyi-sembunyi karena tidak mungkin dibicarakan secara terbuka tanpa menimbulkan dampak ditangkap polisi. Di antara para pekerja itu banyak yang menjadi cepu, mata-mata, yang salah satu tugasnya tentu membuat laporan mengenai tindakan atau kegiatan yang dilarang di negara komunis itu.

I found the teenagers, especially, interested in religion. They had heard it discussed and ridiculed so much in school they wanted to know more. Under the pretext of picking mushrooms or huckleberries, we would arrange meetings in the forest after work at night. There, behind a hillock or in some sunken spot, we would talk for hours about God and man’s relation to God and his fellow man. They were full of questions, eager to learn. Yet, at the end of such a session, they would make me promise not to tell anyone what we had talked about, and we would return to camp by different paths. (hal 58)

Kutipan ini penting, sepertinya inilah dimulainya perjalanan rumit dan menyakitkan oleh Ciszek. Tapi dalam buku itu tidak satu pun ada opini tentang siapa yang melaporkan, siapa yang memberikan informasi detail mengenai diri Ciszek. Sepertinya memang Ciszek tidak mempunyai dendam apa pun atas apa yang menimpanya. Pun dia menuliskan perlakuan yang kurang baik, dia akan menuliskan secara detail tanpa opini sehingga pembaca akan dibawa ke suasana waktu itu. Masih satu tulisan lagi hingga Ciszek ditangkap NKVD, dinas rahasia Rusia untuk dalam negeri. Tunggu ya.

(sedikit edit di paragraf ketiga, ‘dilakukan’ diganti ‘ditentukan‘)

One thought on “Sembunyi Sebagai Pastor

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *